Pages

Tuesday, June 24, 2014

My life with dogs ...


Sekitar dua mingguan yang lalu, mama ada komentar, ketika aku lagi angkat bag dogfood, untuk dipindah ke container Tupperware. Dia bertanya tentang harganya dan apakah mahal... Aku tidak menjawab, karena aku tahu pasti ujung-ujungnya kritik. Tak perlu tunggu lama, kalimat berikutnya yang keluar dari dia adalah betapa sayangnya buang-buang uang untuk beli dogfood, dan tidak ada untungnya memelihara anjing-anjing. 
Bukan sekali ini dia berpendapat begitu... Sebenarnya sudah berkali-kali pula dari sejak kecil dia merasa tidak ada untungnya memelihara anjing. She's not a dog person... Dia lebih berpikir punya peliharaan itu sebagai properti, bukan teman. Mungkin dia sebel banget kali ya, ada satu anaknya yang ini, yang ngeyel banget suka anjing... :D
Zoro - Acel - Puppi
Ya, sekarang ini aku punya 3 ekor anjing di rumah, yang menjadi full responsibility'ku untuk memberi mereka makan. 
Ya, memang aku tidak mendapatkan keuntungan materi apapun dari mereka, karena aku tidak pernah berencana untuk memperanakkan mereka. Toh anjing-anjingku bukan anjing kompetisi. 
Anjing-anjing gak jelas malah... Satu Maltese tanpa stambum. Satu mixed-bred, chow-chow x labrador. Satu lagi, well... gak jelas rasnya apa :p . Gak yakin bakal ada yang mau anakan mereka hihihihi....

Jadi memang, mereka tidak menghasilkan uang. Bahkan mungkin secara materi, aku keluar lumayan banyak untuk mereka, karena dogfood pun aku usahakan bukan yang berkualitas rendah. Tidak sanggup untuk beli yang kualitas super premium juga sih, tapi kuusahakan bukan yang dapat rating rendah juga. Untung ada discount karena langganan juga sih, jadi sedikit membantu harga untukku dikurangin dikit. Tetap saja, bukan harga yang murah. Karena ada yang anjing besar juga, makannya banyak. :p Jadi dalam sebulan kadang bisa harus beli 2 bags. Belum kalau harus check ke vet, atau grooming di salon. Dengan gaji seorang karyawan yang tidak banyak, tentu pengeluaran untuk mereka termasuk cukup lumayan. Kira-kira 20% dari bulanan deh. Kadang untuk mengakali budget yang ketat, terkadang aku juga harus memberi mereka makanan-makanan sisa. Grooming juga tidak bisa rutin. 

Jadi apa untungnya memiliki peliharaan ini?
Aku juga tidak tahu, apa sebab awalnya kok bisa aku jadi dogslover. Waktu kecil juga bukan aku yang meminta ingin punya anjing. Tapi karena memang papa duluan yang membawa pulang seekor anjing yang terlantar di jalan. Dalam hal ini, i am grateful that my dad taught me to be compassionate with strays. Punya anjing tidak harus anjing ras. Anjing kampung pun, sama-sama anjing dan punya hati yang sama sebagai seekor anjing. 
Masa kecil, aku lebih sering sendiri. Karena orang tua juga bekerja full time. Jarang ada quality time dihabiskan bersama. Mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa akhirnya anak-anak diberi peliharaan anjing, biar jadi teman .... Mungkin mamaku nyesel kali ya, akhirnya ada satu yang kebablasan jadi gak bisa hidup tanpa anjing. :p 

Dulu meskipun di rumah ada anjing, aku tidak bisa membela mereka dengan sepenuhnya. Mama lebih suka anjing-anjing berada di dalam kandang besi. Tidak lari kesana kemari dengan bebas. Yaaa karena dulu aku masih kecil, dan tidak punya kebebasan ekonomi sendiri, terpaksa menurut. Meskipun kalau misalnya aku sudah pulang dari rumah, aku lepaskan. Pernah juga ada saatnya, ketika masa SMA, tidak punya anjing. Karena anjing-anjing sebelumnya sudah meninggal, atau ada yang dikasih ke orang untuk pemeliharaan yang lebih baik. Waktu itu juga meskipun aku bisa menyibukkan diri dengan sekolah atau dengan pacar, tetap saja rasanya sepi, ketika malam hari sendirian. 

I am shy... Tidak mudah bagiku untuk bisa nyaman dengan orang lain. Entah kenapa, I always unknowingly created barriers. Mungkin takut. Karena sudah banyak hal-hal yang buruk terjadi di dalam hidupku, yang membuat aku trauma. Sebenarnya sudah dari kecil aku punya symptoms ke clinical depression. Masa tumbuh besarku, meskipun berkecukupan, but I was lonely. Banyak hal-hal yang kusaksikan sewaktu aku tumbuh besar, yang membuat aku kecewa dan skeptical akan kebahagiaan. Sering aku merasa bahwa aku tidak diinginkan. Apa itu kebahagiaan....? Aku tidak punya energi banyak untuk mencari tahu, yang kuinginkan hanyalah orang menginginkanku. 
Aku juga mengidap social anxiety disorder, aku jadi tidak punya banyak teman. Keluargaku, kalau bisa dibilang, kami tidak seperti keluarga ideal pada umumnya, yang bisa punya ikatan bonding satu sama lain. We're basically all alone, but stuck as a family. 

Paling parah adalah ketika akhirnya aku ke Aussie untuk kuliah. Makin tertantang untuk survive seorang diri. Meskipun ada beberapa teman kuliah, kondisiku memang tetap membuat aku tidak bisa begitu mudah nyaman dan akrab dengan orang lain. Don't get me wrong, I'd love to have friends.. Kalau orang bisa sampai bisa masuk and gain my trust, aku bisa jadi orang paling baik and do everything for them. 
Tapi untuk bisa sampai kesitu, umumnya orang tidak mau keluar effort sebanyak itu untuk menjebol barrier-barrier yang kuciptakan. Mungkin memang gak worth it ..... So I spent years all alone. 

Jadi pada saat kuliah itu lah, aku benar-benar punya keinginan, I had to have dog. Kalau tidak aku bisa gila .... Roommate saat itu juga punya anjing, jadi aku makin ingin untuk punya anjingku sendiri. I didn't want to come home feeling all lonely anymore. Aku membeli seekor anak anjing, ketika aku sendiri tidak yakin apakah bisa menjaganya. Memang aku bisa memberi dia makan, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa menjadi tuan yang baik buatnya. Mungkin memang egois alasanku saat itu untuk memiliki anjing, seakan-akan aku ingin punya mereka untuk memenuhi keinginanku sendiri, di saat aku sendiri tidak yakin bisa memenuhi kebutuhan dia. Kondisiku menjadi semakin parah dan banyak peristiwa yang terjadi membuat aku semakin crippled untuk bertahan hidup. I had to give away my dog to other friend, yang bisa memberi kehidupan yang lebih baik, untuk kebaikan anjing itu. Lalu aku pulang ke Indonesia, ke rumah orang tua, setelah tidak ada lagi yang bisa kulakukan di Aussie, dengan kondisi mental hancur. Sudah ke tahap suicidal, tidak ada lagi yang membuatku ingin tetap hidup. 

Pada saat itu, di rumah sudah ada 2 ekor anjing itu. Anjing pertama, yang mixed-bred chowchow x labrador, adalah pemberian dari teman mama. Mama sebenarnya tidak masalah punya anjing, asal sebatas properti. Dan sebenarnya yang lebih banyak mengasuh adalah kokoku, yang saat itu sudah selesai kuliah dan kembali ke rumah. Anjing kedua, maltese tanpa stambum itu, juga kokoku yang membeli. Aku sudah pernah bertemu mereka berkali-kali, ketika aku pulang liburan musim panas. Jadi ketika aku kembali permanently ke rumah, anjing-anjing ini tidak merasa canggung untuk menyambutku pulang. 

Jadi, di dalam kondisi terpuruk itu, aku seperti hidup dan mati. Tidak ada energi sedikitpun untuk bangkit. I spent most of the times, locking myself in my bedroom, wishing I wouldn't wake up again. Keluargaku sama sekali tidak punya pengalaman untuk dealing with what I have, and I pushed them away too. I couldn't trust anyone. They hoped aku akan bangkit dengan sendirinya, eventually.... Di saat-saat gelap itu, anjing-anjing kokoku tidak pernah punya prejudice apapun. Mereka tetap menyambutku ketika akhirnya aku keluar dari kamar. Mereka tetap menggoyangkan ekornya ketika aku mendiamkan mereka. Dan mereka tetap ada di sampingku, ketika aku menangis. Itulah kehebatan makhluk ini ... They never judge. They'll be there no matter what. Meskipun aku di saat itu tidak bisa berbuat apapun untuk mereka, mereka tetap mau menghampiriku, dan terkadang berbaring di sampingku. Merekalah, yang membuat aku bertahan. And I am grateful that God lets me to have dogs. 

Perlahan aku bangkit, mungkin dengan alasan yang hanya sepele. Kokoku sudah berkeluarga, dan meskipun aku memegang prinsip kalau sudah berkeluarga, bukan berarti peliharaan tidak lagi dijaga, aku pun tidak berhak memaksa kokoku untuk tetap membiayai anjing-anjing itu. Mungkin perlahan aku memakai keberadaan anjing-anjing itu, untuk pijakan. Aku memutuskan untuk mencari kerja, karena aku ingin punya uang untuk tetap dapat membiayai mereka. Perlahan dengan hadirnya anak-anak di keluarga kokoku, aku juga mengambil alih anjing-anjing itu. Sekarang, mereka lengket mengikutiku kemanapun aku berada di rumah. 

2010, mungkin menjadi tahun yang benar-benar merubah hidupku. Di saat perlahan aku bangkit, hadir pula seseorang itu yang secara hebatnya mampu mendobrak segala barriers tebal yang kubangun, sehingga aku benar-benar merasakan, this is love. Bukan cinta semu yang kualami bersama mantan-mantan yang lain. Dan dari orang inilah, aku mendapat hadiah seekor anjing lagi. Anjing yang special, meskipun bukan anjing mahal. Meski akhirnya hubungan itu harus kandas dengan tragis pula, tapi aku punya kenangan yang indah dan anjing pemberian itu yang selalu menjadi my treasure

... my Zorro ...

Jadi apa untungnya aku tetap ngotot memelihara anjing-anjing itu ?
Mungkin aku bisa lebih kaya, lebih punya banyak uang tanpa mereka. Mungkin lebih mudah juga mencari pendamping, (meskipun secara pribadi aku tidak terlalu ingin mencari lagi juga). Must love dogs, menjadi syarat utama yang tidak bisa dihapus. 
Mengapa aku ngotot tetap memilih mereka....?

Karena sebenarnya dari merekalah, aku belajar untuk hidup, dan mencintai. Tidak terhitung banyaknya aku mengecewakan mereka,... sampai sekarang pun masih. Ketika ada saatnya aku terlalu lemah, dan aku tidak mempunyai energi untuk bermain dengan mereka, mereka tetap mendampingiku, tidur di sampingku. Dan menyambutku dengan senyum lebar keesokan harinya ketika aku bangun tidur, seolah semalam ketika aku tidak memberi mereka perhatian, tidak menjadi masalah bagi mereka.
Mereka juga mengajarkanku untuk tidak mendendam. Meskipun terkadang aku memarahi mereka, mereka tidak lama untuk kembali tersenyum lagi kepadaku. 
Mereka tetap menantikanku, ketika aku harus pergi dari rumah separuh hari untuk bekerja, sehingga mereka harus sendirian di rumah, mereka tidak marah. Di saat aku pulang, mereka tetap menyambutku dengan ramai sekali, no hard feelings. Sepertinya highlight of my days setiap harinya selalu adalah 2 menit dari saat aku menekan bel pintu, dan melihat mereka lari menyongsongku. 
Anjing memberi banyak pelajaran baik dalam hidup, dimana manusia pun terkadang tidak bisa melakukannya. 

Tidak ada keraguan dalam hatiku untuk menyatakan, they love me. It's something that I need. And I love them. Meskipun kami tidak bisa mengerti satu sama lain, tidak ada komunikasi verbal yang berarti, tapi kami tahu, we love each other. 
Dan kalaupun ketika pada saatnya mereka nanti tidak ada, jika kondisi memungkinkan, aku akan tetap memiliki anjing. Apapun kondisinya, aku akan tetap menjadi seorang dogslover.